21 September 1966
Ayah dan Bunda yang tercinta,
Sepeninggalan surat ini, anaknda dalam keadaan sehat sehat saja. Demikian pulalah yang anaknda mohonkan kehadirat Illahi siang maupun malam, semoga ayahanda dan bunda serta handai taulan disana dikarunia kesejahteraanNya, kemulianNya dan dijauhkan dari bala bencana.
Ayah dan Bunda,
Maafkan semua kesalahan anaknda karena telah sekian saat lamanya anaknda baru mengirim surat.
Saat menulis surat ini, Usman teringat kilas balik peristiwa itu. Malam yang pekat, sehingga sebuah objek yang terapung apung di lepas pantai Singapura tak begitu mengusik perhatian. Sepintas bagaikan batang kayu yang dipermainkan alunan ombak di laut lepas. Jika diperhatikan lebih jelas, obyek itu bukan batang kayu, melainkan sebuah perahu karet, dimana tiga orang bergelantungan di balik perahu.
Mereka – sambil menunggu waktu yang tepat untuk bergerak menuju pantai -adalah anggota KKO – Korps Komando AL ( sekarang Marinir ) Sersan Dua KKO Djanatin, Kopral Satu KKO Tohir dan rekannya Gani bin Aroep. Ketiga awak perahu tadi menyeberangi selat Malaka sambil menghindari patrol Inggris dan Singapura. Misi utama dari prajurit KKO adalah melakukan sabotase di pusat kota Singapura dengan membawa bom peledak seberat 12,5 kg. Sasarannya adalah Mc Donald House tempat dari Hongkong dan Shanghai Bank di tepi Jalan Orchard. Ini adalah bagian perang yang dilakukan oleh Indonesia, yakni penghancuran alat alat vital, klandestin, sabotase dan menciptakan teror dengan harapan Inggris akan kehilangan kesaabaran dan menerima rumusan penyelesaian politik. Demikian JAC Mackie menuis dalam bukunya “ Konfrontasi, The Indonesia – Malaysia Dispute 1963 – 1966 “.
Hongkong Bank sebagai sumber keuangan terbesar di Singapura menjadi pilihan pemboman, dengan tujuan mengacaukan sumber sumber keuangan.
Hiruk pikuk massa menyambut aksi Dwikora yang dikumandangkan tanggal 3 Mei 1964. Usman paham ini adalah politik konfrontasi. Bung Karno memang menolak pembentukan negara baru ini, yang dianggap bertentangan dengan hak hak rakyat Kalimantan Utara yang enggan bergabung kedalam federasi Malaysia.
Usman juga terkenang, pelatihan yang diterima selama sebulan di Cisarua. Para prajurit KKO ditempa kembali meliputi pelatihan intelejen, kontra intelejen, sabotase, demolisi (bahan peledak ), dan perang hutan. Siapa yang tidak bangga menjalani perjanjian untuk kehormatan bangsanya ?
Usman meneruskan tulisannya,
Mohon menjadikan periksa ayahanda dan bunda serta handai taulan semua bahwa pada sepeninggal surat ini anaknda telah ditahan di Republik Singapura mula dari 13 Maret 1965. Tentang nasib anaknda tak perlulah dibimbangkan karena disini anaknda mendapat layanan serba baik.
Mohon restulah sajalah ke hadirat Illahi, semoga kita akan dihimpunkannya lagi dalam kesejahteraan.
Semoga berkenaan pulihnya hubungan Republik Indonesia – Republik Singapura dan Republik Indonesia – Malaysia, pemerintah ketiga belah pihak mengambil berat dan memberikan pertolongan ke atas nasib anaknda yang hanya sebagai pelaksana revolusi dan berpijak pada janji dan sapta marga dan sumpah prajurit Republik Indonesia.
Sambil memikirkan kata kata yang akan disampaikan kepada orangtuanya, Usman mengenang keberhasilan operasi rekannya Sersan Dua Mursid dan Sersan Dua A. Siagian dari KKO yang berhasil melakukan infiltrasi terhadap posisi lawan di Johor, Malaysia. Udara malam penjara Changi terasa sesak. Mestinya aku berhasil seperti mereka. Usman bergumam pelan.
Usman tersenyum. Itu memang bukan nama sebenarnya. Untuk mengamankan jalannya operasi penyusupan, mereka mengganti namanya sesuai masyarakat setempat. Djanatin menjadi Usman bin Haji Muhammad Ali. Lalu Tohir menjadi Harun bin Said.
Menjelang fajar dini hari tanggal 9 Maret 1965, mereka bisa memasuki Singapura dan beristirahat sebentar sambil mengatur strategi. Baru dini hari berikutnya tanggal 10 Maret 1965, tepat pukul 03. 07 pagi, Usman bisa meledakan Gedung Mc Donald House.
Ini memang menimbulkan korban sipil, walau tujuannya bukan menyerang warga sipi. Itu mengapa, peledakan dilakukan subuh dini hari, bukan pada jam jam sibuk ketika Bank beroperasi.
Dalam pelariannya mereka berpisah dengan Gani bin Aroep untuk menghindari kecurigaan. Usman dan Harun sempat menyamar jadi koki dapur di sebuah kapal yang akan menuju Thailand. Namun karena hampir terbuka kedoknya, mereka memutuskan untuk lari lagi dengan merampas sebuah perahu boat.
Malang, perahu mereka mesinnya mogok, sehingga Usman dan Harun tertangkap polisi perairan Singapura pada tanggal 13 Maret 1965.
Ayahanda dan Bunda,
Tanggal 14 Jumadil awal sampai 15 Jumadil awal 1386 atau 30 sampai 31 Agustus 1966 adalah hari penentuan nasib anaknda. Karena pada saat itulah hari ulang bicara anaknda setelah anaknda dijatuhi hukuman mati. Tanggal 4 sampai 20 Oktober 1965, hari bicara anaknda yang pertama di Mahkamah Tinggi Republik Singapura, tertuduh sebagai orang yang bersalah mendurhakai negara.
Ayah dan Bunda yang tercinta,
Sepeninggalan surat ini, anaknda dalam keadaan sehat sehat saja. Demikian pulalah yang anaknda mohonkan kehadirat Illahi siang maupun malam, semoga ayahanda dan bunda serta handai taulan disana dikarunia kesejahteraanNya, kemulianNya dan dijauhkan dari bala bencana.
Ayah dan Bunda,
Maafkan semua kesalahan anaknda karena telah sekian saat lamanya anaknda baru mengirim surat.
Saat menulis surat ini, Usman teringat kilas balik peristiwa itu. Malam yang pekat, sehingga sebuah objek yang terapung apung di lepas pantai Singapura tak begitu mengusik perhatian. Sepintas bagaikan batang kayu yang dipermainkan alunan ombak di laut lepas. Jika diperhatikan lebih jelas, obyek itu bukan batang kayu, melainkan sebuah perahu karet, dimana tiga orang bergelantungan di balik perahu.
Mereka – sambil menunggu waktu yang tepat untuk bergerak menuju pantai -adalah anggota KKO – Korps Komando AL ( sekarang Marinir ) Sersan Dua KKO Djanatin, Kopral Satu KKO Tohir dan rekannya Gani bin Aroep. Ketiga awak perahu tadi menyeberangi selat Malaka sambil menghindari patrol Inggris dan Singapura. Misi utama dari prajurit KKO adalah melakukan sabotase di pusat kota Singapura dengan membawa bom peledak seberat 12,5 kg. Sasarannya adalah Mc Donald House tempat dari Hongkong dan Shanghai Bank di tepi Jalan Orchard. Ini adalah bagian perang yang dilakukan oleh Indonesia, yakni penghancuran alat alat vital, klandestin, sabotase dan menciptakan teror dengan harapan Inggris akan kehilangan kesaabaran dan menerima rumusan penyelesaian politik. Demikian JAC Mackie menuis dalam bukunya “ Konfrontasi, The Indonesia – Malaysia Dispute 1963 – 1966 “.
Hongkong Bank sebagai sumber keuangan terbesar di Singapura menjadi pilihan pemboman, dengan tujuan mengacaukan sumber sumber keuangan.
Hiruk pikuk massa menyambut aksi Dwikora yang dikumandangkan tanggal 3 Mei 1964. Usman paham ini adalah politik konfrontasi. Bung Karno memang menolak pembentukan negara baru ini, yang dianggap bertentangan dengan hak hak rakyat Kalimantan Utara yang enggan bergabung kedalam federasi Malaysia.
Usman juga terkenang, pelatihan yang diterima selama sebulan di Cisarua. Para prajurit KKO ditempa kembali meliputi pelatihan intelejen, kontra intelejen, sabotase, demolisi (bahan peledak ), dan perang hutan. Siapa yang tidak bangga menjalani perjanjian untuk kehormatan bangsanya ?
Usman meneruskan tulisannya,
Mohon menjadikan periksa ayahanda dan bunda serta handai taulan semua bahwa pada sepeninggal surat ini anaknda telah ditahan di Republik Singapura mula dari 13 Maret 1965. Tentang nasib anaknda tak perlulah dibimbangkan karena disini anaknda mendapat layanan serba baik.
Mohon restulah sajalah ke hadirat Illahi, semoga kita akan dihimpunkannya lagi dalam kesejahteraan.
Semoga berkenaan pulihnya hubungan Republik Indonesia – Republik Singapura dan Republik Indonesia – Malaysia, pemerintah ketiga belah pihak mengambil berat dan memberikan pertolongan ke atas nasib anaknda yang hanya sebagai pelaksana revolusi dan berpijak pada janji dan sapta marga dan sumpah prajurit Republik Indonesia.
Sambil memikirkan kata kata yang akan disampaikan kepada orangtuanya, Usman mengenang keberhasilan operasi rekannya Sersan Dua Mursid dan Sersan Dua A. Siagian dari KKO yang berhasil melakukan infiltrasi terhadap posisi lawan di Johor, Malaysia. Udara malam penjara Changi terasa sesak. Mestinya aku berhasil seperti mereka. Usman bergumam pelan.
Usman tersenyum. Itu memang bukan nama sebenarnya. Untuk mengamankan jalannya operasi penyusupan, mereka mengganti namanya sesuai masyarakat setempat. Djanatin menjadi Usman bin Haji Muhammad Ali. Lalu Tohir menjadi Harun bin Said.
Menjelang fajar dini hari tanggal 9 Maret 1965, mereka bisa memasuki Singapura dan beristirahat sebentar sambil mengatur strategi. Baru dini hari berikutnya tanggal 10 Maret 1965, tepat pukul 03. 07 pagi, Usman bisa meledakan Gedung Mc Donald House.
Ini memang menimbulkan korban sipil, walau tujuannya bukan menyerang warga sipi. Itu mengapa, peledakan dilakukan subuh dini hari, bukan pada jam jam sibuk ketika Bank beroperasi.
Dalam pelariannya mereka berpisah dengan Gani bin Aroep untuk menghindari kecurigaan. Usman dan Harun sempat menyamar jadi koki dapur di sebuah kapal yang akan menuju Thailand. Namun karena hampir terbuka kedoknya, mereka memutuskan untuk lari lagi dengan merampas sebuah perahu boat.
Malang, perahu mereka mesinnya mogok, sehingga Usman dan Harun tertangkap polisi perairan Singapura pada tanggal 13 Maret 1965.
Ayahanda dan Bunda,
Tanggal 14 Jumadil awal sampai 15 Jumadil awal 1386 atau 30 sampai 31 Agustus 1966 adalah hari penentuan nasib anaknda. Karena pada saat itulah hari ulang bicara anaknda setelah anaknda dijatuhi hukuman mati. Tanggal 4 sampai 20 Oktober 1965, hari bicara anaknda yang pertama di Mahkamah Tinggi Republik Singapura, tertuduh sebagai orang yang bersalah mendurhakai negara.
Dan sampai sepeninggal surat ini, anaknda tinggal menunggu keputusannya.
Ayahanda dan Bunda yang tercinta,
Anaknda mohon semoga tampilnya berita tersebut tidak akan menciptakan bela sungkawa dan menggoncangkan iman ayahanda dan bunda serta handai taulan disana. Restu dan bertawakal ke hadirat Illahi sajalah, karena anaknda berdiri dipihak yang benar dan percayalah Tuhan tidak akan menyia nyiakan kejujuran.
Ayahanda dan Bunda yang tercinta,
Anaknda mohon semoga tampilnya berita tersebut tidak akan menciptakan bela sungkawa dan menggoncangkan iman ayahanda dan bunda serta handai taulan disana. Restu dan bertawakal ke hadirat Illahi sajalah, karena anaknda berdiri dipihak yang benar dan percayalah Tuhan tidak akan menyia nyiakan kejujuran.
Sekian saja dulu kabar dari anaknda , Insya Allah lain waktu anaknda sambung lagi.
Sejarah mencatat Usman dan Harun didakwa tuduhan melanggar ‘ kontrol
area ‘ dan pembunuhan. Pihak hakim menolak tuntutan terdakwa agar
mereka diperlakukan sebagai tawanan perang. Alasannya hakim, saat
tertangkap mereka memakai pakaian sipil, bukan seragam militer.
Hari keputusanpun itupun datang. Tanggal 20 Oktober 1965 mereka dijatuhi hukuman mati, yang akan dilakukan 3 tahun kemudian.
Keputusan pengadilan sangat disesalkan oleh Pemerintah Indonesia.
Presiden Soeharto mengirim utusan untuk setidaknya mengurangi hukuman
mati menjadi hukuman seumur hidup. Namun usaha itu sia sia.
Pada tanggal 17 Oktober 1968, pukul 06.00 pagi, keduanya menjalani hukuman mati diatas tiang gantungan di penjara Changi, Singapura yang membuat gelombang kemarahan di seluruh Indonesia. Bung Hatta berjanji tidak akan menginjak tanah Singapura lagi sebagai sikap keberpihakannya pada patriot bangsa.
Pada tiang gantungan yang menunggunya, Usman dan Harun tetap setia
pada janji prajurit. Mereka tahu konsekuensi apapun yang terjadi dari
tugas itu. Ketabahan itu terlihat dalam surat terakhir yang dikirim
Usman ke ibunya,
“ Hukuman yang akan diterima anaknda adalah hukuman gantung sampai mati. Jadi mulai hari ini, anaknda tinggal menunggu hukuman yang dilaksanakan 17 Oktober 1968. Disini Anaknda berharap ibunda bersabar, karena kematian manusia adalah tiada siapa yang boleh menentukannya. Satu satunya yang menentukan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa dan setiap manusia yang ada di dunia ini akan kembali kepada Illahi “
*Kelak lima tahun kemudian, ketika Perdana Menteri Lee Kuan Yew
hendak berkunjung ke Indonesia. Presiden Soeharto mensyaratkan, jika ia
hendak diterima, ia harus melakukan ziarah ke makam Usman dan Harun di
TMP Kalibata. Entah apa yang dipikirkan PM Lee Kuan Yew saat itu. Tapi
ia meletakan karangan bunga di atas makam, sehingga hubungan Indonesia
dan Singapura membaik.